SURABAYA – Di sebuah gang sempit di kawasan Indrapura, Surabaya, kehidupan seorang perempuan muda dengan kebutuhan khusus tiba-tiba berubah.
F, 26 tahun, yang mengalami keterbelakangan mental, diduga menjadi korban pencabulan oleh seorang pria lanjut usia, tetangganya sendiri, berinisial MS, 65 tahun.
Kisah kelam ini mencuat ke permukaan pada Jumat, 16 Mei 2025, ketika F, dalam keterbatasannya, memberanikan diri meminta pertolongan.
Kukuh Setya, pendamping korban, mengatakan bahwa F datang dengan cerita yang tak mudah dicerna.
Baca Juga:
Potensi Sektor Energi Semakin Menguat di Tengah Tekanan Global
BRI Disisir KPK! Dua Mantan Direktur Diduga Terlibat Skandal EDC!
Dana Hibah Pokmas Diduga Fiktif, Khofifah Disebut ‘Pasti Tahu’ Alurnya
“Ia minta dibantu. Itu awal dari semuanya,” kata Kukuh kepada Tempo.
Proses visum pun segera dilakukan di Rumah Sakit Bhayangkara Polda Jawa Timur.
Hasilnya akan menjadi dasar penting dalam penyelidikan aparat kepolisian Polres Pelabuhan Tanjung Perak.
Dalam pendampingan awal, Kukuh mengungkapkan bahwa MS sempat mengakui perbuatannya —bukan hanya sekali, tapi tujuh kali, dalam rentang dua pekan sejak awal Mei.
Baca Juga:
Ijazah Jokowi dan Masa Lalu Paiman: Jalan Pramuka, Sedulur, dan WA Panas
Prabowo–Putin Kukuhkan Kemitraan Global, Rusia Gandeng Indonesia
“Modusnya sederhana tapi keji: memanggil korban, memberi uang sepuluh ribu rupiah, lalu membawanya ke kamar,” ujar Kukuh.
Korban yang kerap menyewa sepeda listrik diduga dijadikan celah oleh pelaku untuk menjebaknya masuk ke dalam rumah.
Meskipun pengakuan itu telah diperoleh, Kukuh memilih bersikap hati-hati.
“Ini kasus sensitif. Korbannya berkebutuhan khusus. Kami tidak bisa hanya mengandalkan satu sisi cerita.”
Baca Juga:
Skandal Kuota Haji Khusus: KPK Ungkap Praktik Lama yang Terpendam
Harga Eceran Pupuk Subsidi Dilanggar, Kementan Buka Data, Tutup Kios, dan Alihkan Stok Demi Petani
Bocah Dibuang di Lorong Pasar Usai Disiksa Ayah di Surabaya, Polisi Ungkap Jejak KDRT Beruntun
“Tapi sejauh ini, pernyataan pelaku cukup jelas. Proses hukum harus jalan,” katanya.
Yang membuat miris, Kukuh menduga F bukan satu-satunya korban.
“Lingkungannya padat dan tertutup. Ada kemungkinan korban lain. Ini yang harus diusut,” tambahnya.
Kasus ini masih dalam penanganan kepolisian. Dokumen visum menjadi kunci yang tengah ditunggu untuk menguatkan bukti. Sementara itu, keluarga korban hanya berharap satu hal: keadilan.
Kasus ini mengingatkan kembali bahwa kelompok rentan seperti penyandang disabilitas kerap luput dari radar perlindungan sosial dan hukum.
“Kita tak bisa membiarkan mereka disakiti diam-diam, lalu dilupakan,” tutup Kukuh. (Redho).***